Diantara para
filosof Islam, Ibnu Rusyd adalah salah seorang yang paling dikenal dunia Barat
dan Timur. Nama lengkapnya Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad Ibnu Muhammad ibnu
Ahmad ibnu Ahmad ibnu rusyd, lahir di Cordova, Andalus pada tahun 520 H/ 1126
M, sekitar 15 tahun setelah wafatnya abu Hamid al-Ghazali. Ia ditulis sebagai
satu-satunya filsuf Islam yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang semuanya
menjadi fuqaha’ dan hakim. Ayahnya dan kakeknya menjadi hakim-hakim
agung di Andalusia. Ibnu Rusyd sendiri menjabat hakim di Sevilla dan Cordova
pada saat terjadi hubungan politik yang penting antara Andalusia dengan
Marakasy, pada masa Khalifah al-Manshur.[2]
Hal itu mencerminkan kecerdasan otak dan ghirah kepada ilmu pengetahuan
dalam keluarga ini sudah tumbuh sejak lama yang kemudian semakin sempurna pada
diri ibnu Rusyd. Karena itu, dengan modal dan kondisi ini ia dapat mewarisi
sepenunya intelektualitas keluarganya dan menguasai berbagai disiplin ilmu yang
ada pada masanya.
Tidak hanya
seorang ilmuan terpandang, ia juga ikut ke medan perang melawan Alphonse, raja
Argon. Khalifah begitu menghormati Ibnu Rusyd melebihi penghormatannya pada
para pejabat daulah al-Muwahhidun dan ulama-ulama yang ada masa itu. Walau pun
demikian Ibnu Rusyd tetap menjadi orang yang rendah hati, ia menampilkan diri
secara arif selayaknya seorang guru dalam memberi petunjuk dan pengajaran pada
umat. Hubungan dekat dengan Khalifah segera berakhir, setelah Khalifah
menyingkirkannya dari bahagian kekuasaan di Cordova dan buku-buku karyanya
pernah diperintahkan Khalifah untuk dimusnahkan kecuali yang berkaitan dengan
ilmu-ilmu murni saja. Ibnu Rusyd mengalami hidup pengasingan di Yasyanah.[3]
Tindakan Khalifah ini menurut Nurcholish Madjid, hanya berdasarkan perhitungan
politis, dimana suasana tidak kondusif dimanfaatkan oleh para ulama konservatif
dengan kebencian dan kecemburuan yang terpendam terhadap kedudukan Ibnu Rusyd
yang tinggi.[4]
Pengalaman
pahit dan tragis yang dialami Ibnu Rusyd adalah seperti pengalaman hidup yang
dialami para pemikir kreatif dan inovatif terdahulu. Namun kecintaannya kepada
ilmu pengetahuan, membaca, menulis dan bermuzakarah tidak pernah surut.
Kecintaan pada ilmu pengetahuan membentuk kepribadiannya sebagai seorang
inklusif, toleran dan suka memberi maaf. Sifat kepribadian ini menurut al-Aqqad
menyebabkan ia (saat menjadi hakim) selalu sulit dalam menjatuhkan eksekusi,
dan jika eksekusi harus dilakukan ia serahkan kepada para wakilnya.
Di dunia Barat
ia disebut dengan Averrois, menurut Sirajuddin Zar, sebutan ini sebenarnya
lebih pantas untuk kakeknya. Karena sebutan ini adalah akibat terjadinya
metamorfose Yahudi-Spanyol-Latin. Kata Arab Ibnu oleh orang Yahudi
diucapkan seperti kata Ibrani Aben, sedangkan dalam standar Latin Rusyd
menjadi Rochd. Dengan demikian, nama Ibnu Rusyd menjadi Aben Rochd,
maka melalui asimilasi huruf-huruf konsonan dan penambahan sisipan sehingga
akhirnya menjadi Averrois.[5] Dari Averrois ini muncul sebuah
kelompok pengikut Ibnu Rusyd dalam bidang filsafat yang menamakan diri
Averroisme. Dalam bidang ini, Ibnu Rusyd memang membuktikan diri sangat ahli
dan terhormat, penjelasan-penjelasannya tentang filsafat dan komentarnya
terhadap filsafat Aristoteles dinilai yang paling tepat dan tidak ada
tandingannya. Sebab itu ada yang menamakannya sebagai guru kedua (bukan
al-Farabi), setelah guru pertama Sang Filsuf atau Aristoteles.
Itu tidak
berarti Ibnu Rusyd tidak memiliki pemikiran filsafat sendiri, dalam penjelasan
al-Ahwani, pandangan-pandangan pribadi Ibnu Rusyd yang mencerminkan pandangan
dan pahamnya sendiri terdapat dalam rumusan kesimpulan setelah memberikan
uraian dan komentas terhadap filsafat Aristoteles.[6]
Ulasan dan Kesimpulan-kesimpulan tersebut terkadang lebih panjang dari
terjemahannya terhadap pemikiran Aristoteles sendiri.
Hidup terkucil
demikian tidaklah lama (1 tahun) dialami Ibnu Rusyd, karena Khalifah segera
mencabut hukumannya dan posisinya direhabilitasi kembali. Tidak lama menikmati
semua itu, Ibnu Rusyd wafat pada 1198 M/ 595 H di Marakesh dan usia 72 tahun
menurut perhitungan Masehi dan 75 tahun menurut perhitungan Hijrah.
Pemikiran Filsafat Ibnu Rusyd
Kritik Terhadap Al-Ghazali
Seperti disebut
diatas, bahwa Ibnu Rusyd hidup dan melontarkan pemikirannya beberapa puluh
tahun setelah al-Ghazali wafat (w. 505 H/ 1111 M). Dimasa hidupnya, Al-Ghazali
mendalami ilmu filsafat dan telah menulis buku sebagai kesimpulan tentang
kajiannya terhadap ajaran ilmu filsafat, yang terkenal adalah bukunya tahafuth
al-falasifah. Buku tersebut memang ditujukan untuk membongkar dan serangan
terhadap paham filsafat dan membuktikan kekeliruan padanya dari ajaran agama,
khususnya filsafat Al-Farabi dan Ibnu Sina. Dalam kesimpulannya, al-Ghazali
menetapkan 20 soal sebagai bathil dan pada akhir bukunya tiga soal
diantaranya adalah kafir, sehingga dari sini ia mengkafirkan para filsuf. Tiga
soal tersebut adalah:
1. Pendapat filsuf
bahwa alam itu azali atau qadim (eternal in the past)
2. Pendapat filsuf
bahwa Tuhan tidak mengetahui juz’iyat (hal-hal yang juz’i/
individual/ partikular).
3. Paham filsuf
yang mengingkari adanya kebangkitan tubuh di hari akhirat.
Menurut Aziz
Dahlan, itu berarti bahwa siapa saja yang menganut salah satu dari tiga paham
tersebut, menurut Al-Ghazali, jatuh ke dalam kekafiran.[7]
Polarisasi dan kesimpulan ini mampu mempengaruhi pemahaman umat sehingga
menjadi sanggahan dan serangan tajam terhadap filsafat dan filsuf. Hal demikian
berimplikasi pada sikap negatif dan penolakan umat pada ilmu ini yang akhirnya
menutup pintu kajian terhadap ilmu-ilmu fisafat di dunia Islam.
Tetapi, tentu
tidak mudah bagi orang memahami dialog-dialog dan bantahan-bantangan yang di
tulis Al-Ghazali dalam rangka memaparkan peliknya argumen dan materi kajian
para filsuf, menurut yang dipahaminya dan argumen-argumen untuk menjatuhkan
argumen para filsuf. Itu saja sudah cukup bukti kehujjahan dan pengaruh
keilmuan Al-Ghazali pada pemahaman keagamaan umat saat itu. Begitu pula pelik
dan resikonya memberi bantahan dan sanggahan terhadap serangan Al-Ghazali
tersebut, seperti dilakukan Ibnu Rusyd.
Dalam pada itu,
Ibnu Rusyd melakukan tiga upaya sekaligus yaitu membela para filsuf yang
dikafirkan Al-Ghazali, melakukan klarifikasi paham filsafat dan menyanggah
paham Al-Ghazali. Pembelaan terhadap para filsuf dilakukan dengan merumuskan
harmonisasi agama dan filsafat, klarifikasi paham filsafat dilakukan dengan
menguraikan maksud filsafat yang sebenarnya tentang soal-soal yang dikafirkan
dan sanggahan terhadap Al-Ghazali dengan mengelaborasi “kesalahan” persepsinya.
Semua itu dilakukan Ibnu Rusyd dengan berpikir rasional dan menafsirkan agama
pun secara rasional, namun ia tetap berpegang pada sumber agama itu sendiri,
yaitu al-Quran.
1 komentar:
kelinci99
Togel Online Terpercaya Dan Games Laiinnya Live Casino.
HOT PROMO NEW MEMBER FREECHIPS 5ribu !!
NEXT DEPOSIT 50ribu FREECHIPS 5RB !!
Ada Bagi2 Freechips Untuk New Member + Bonus Depositnya Loh ,
Yuk Daftarkan Sekarang Mumpung Ada Freechips Setiap Harinya
segera daftar dan bermain ya selain Togel ad juga Games Online Betting lain nya ,
yang bisa di mainkan dgn 1 userid saja .
yukk daftar di www.kelinci99.casino
Posting Komentar