Telah kembali kerahmat Allah, seorang
ayah yang penyayang, seorang suami yang lembut, juga guru yang penuh wibawa
sekaligus pemegang panji keimamahan yang tegas dan adil.
Gelarnya adalah Asshodiq yang terlahir
dari sulbi-sulbi suci keturunan Rasulullah saw melalui rahim ibunya. Beragam
warisan yang telah beliau tinggalkan kepada kita terutama dibidang ilmu, bukti
nyatanya adalah bahwa hadis riwayat dari jalur Asshodiq menempati urutan
tertinggi dalam kuantitas dibanding Imam-imam suci yang lain. Itu semua
disebabkan oleh adanya pergolakan politik yang terjadi antara Bani Umayyah yang
diserang oleh Bani Abbasiyah, sehingga pemboikotan terhadap ahlulbait sedikit
mengendor. Dan akhirnya memberikan ruang bagi Imam untuk mengajarkan ilmu dan mengkader
masyarakat sebanyak mungkin dalam segala macam disiplin ilmu
Pengaruh pemikiran dan politik yang
berkembang pada masa itu merusak akal masyarakat islam. Politik yang dimainkan
Bani Umayyah telah menciptalan situasi dan kondisi yang menyuburkan pemikiran
ateisme serta membangkitkan semangat kesukuan. Moralitas ummat menjadi rusak,
padahal slogan-slogan iman dan ketakwaan banyak didengungkan pada masa beliau.
Ummat menjadi tak bermartabat, karena moralitas Rasulullah telah mereka tinggalkan.
Ummat menjadi tak bermartabat, karena moralitas Rasulullah telah mereka tinggalkan.
Imam tidak terprovokasi oleh suasana
perebutan kekuasaan pada waktu itu. Dengan keluasan ilmunya beliau dapat
membaca kondisi dari berbagai sudut pandang. Karena pada realitasnya, bukan
hanya kekusaan yang sedang terguncang akan tetapi pemikiran islam yang dibangun
Rasulullah mulai mendapat serangan-serangan terutama oleh pemikiran ateisme.
Mereka para musuh islam, memanfaatkan suasana ini sebagai senjata yang tepat
untuk menyebarkan dan mengajarkan penyimpangan-penyimpangan pemikiran dalam
islam. Tak hanya itu, Al-Qur’an dan tafsirnya diterjemahkan berdasarkan
kepentingan politik khalifah yang gila harta. Kemudian dilanjutkan dengan
percetakan hadist-hadist palsu yang memuji-muji para khalifah pada zaman Bani
Umayyah seperti Muawiyah dan anak-cucunya. Tak berhenti disitu, sejarah pun
diputar balikkan dengan menceritakan kisah-kisah Rasulullah yang sangat
kontradiktif dengan keharusan maksumnya seorang nabi. Salah satu penjajahan
sejarah ini dengan menyebutkan bahwa Nabi mendengarkan para jariyah bernyanyi dan
menabuh rebana.
Para ulama dan penggagas pemikiran islam
juga ikut andil dalam goncangan politik ini. Mereka menyusun ilmu kalam, fikih
dan tafsir untuk berkhidmat kepada penguasa Bani Umayyah. Dan mulai
mempopulerkan akidah Al-jabr, yang menyakini bahwa semua perbuatan baik dan
buruk adalah kehendak Allah secara mutlak, bukan kehendak manusia. Kemudian
para pembesar Mu’tazilah yang berteduh dibawah kekuasaan penguasa juga mulai
menyebarkan ajarannya keseluruh penjuru negeri.
Melihat kondisi yang semacam ini, Imam
lebih mementingkan penyelamatan ajaran murni islam daripada mengurusi kekuasaan
yang harusnya menjadi hak beliau. Beliau lebih menyikapi goncangan moral dan
spiritual umat. Dalam menyikapi perebutan kekuasaan yang kian memanas ini,
beliau hanya mendoktrin pengikutnya untuk tidak sesekali meminta peradilan atau
hukum dari penguasa, karena para penguasa dholim zaman itu adalah thagut yang
diharamkan untuk meminta peradilan dari mereka. Imam bersabda, “Jangan pernah
seorang Mukmin mengadukan orang Mukmin yang lain dalam suatu sengketa kepada
hakim atau penguasa yang dholim, karena dia akan memutuskan dengan hokum selain
Allah. Jika demikian maka dia elah bekerjasama dalam perbuatan dosa.”
Selanjutnya beliau lebih aktif dalam menjaga pemikiran, moral, dan
spiritual umat yang mulai terkotori oleh tangan-tangan penguasa.
Langkah-langkah penyelamatan yang beliau lakukan adalah:
·
Membuka lebar ruang diskusi bersama mereka,
agar semua masalah dan keraguan umat dapat terselesaikan.
·
Mengajarkan syariat. Beliau dengan intensif
mengkader umat sehingga murid beliau tak kurang dari 4000 orang. Dan merekalah
yang akan membantu Imam dalam menghadapi perang politik dan pemikiran pada saat
itu.
·
Menjaga Al-Qur’an dari orang-orang yang
berusaha menjadikannya sebagai sarana untuk mencapai tujuan-tujuan politik.
·
Melakukan gerakan moral dan spiritual demi
mengobati moralitas dan spiritual umat yang telah digerogoti penyakit-penyakit
yang membahayakan iman
Poin penting yang bisa kita ambil dari langkah politik Imam adalah
dalam menyikapi suatu masalah yang bersangkutan dengan maslahat umat, kita
harus memandangnya dari berbagai sisi. Sehingga kita bisa bertindak dengan
tindakan yang terbaik. Coba bayangkan jika pada waktu seperti ini, perebutan
kekuasaan lebih diprioritaskan dari pada penyelamatan pemikiran dan moralitas
umat. Apa jadinya umat ini? Mungkin kekuasan akan ada ditangan, akan tetapi
umat tidak lagi menjadi umat Muhammad yang bermoral dan bermartabat.
Pada zaman ini, para syiah Ahlulbait
as juga mendapat teror dan serangan dari berbagai arah. Dalam menyikapi hal
seperti ini kita tak boleh gegabah. Kita harus banyak belajar dari sejarah,
bagaimana para Imam suci bertindak dalam keadaan seperti ini. Apakah bangkit
atau diam, jangan sampai akhirnya kita salah langkah sehingga menjadikan
manfaat bagi musuh-musuh islam.
Selamat
jalan Wahai Imam, Wahai Guru, Wahai Politikus Ilahi
0 komentar:
Posting Komentar